top of page

Mengapa Branding Penting untuk Mencapai Inklusi Keuangan di Pasar Indonesia yang Beragam & Kompleks?

Mengapa Branding Penting untuk Mencapai Inklusi Keuangan di Pasar Indonesia yang Beragam dan Kompleks?

Terkait lanskap keuangan Indonesia, tantangannya sama beragamnya dengan kekayaan budaya dan geografinya. Menurut Laporan Bank Dunia, terdapat 36% orang dewasa di Indonesia yang tidak memiliki rekening bank, dan tidak memiliki akses terhadap layanan keuangan dasar yang banyak dari kita anggap remeh. Artinya, terdapat hampir 75 juta orang yang terpinggirkan secara finansial. Dengan dorongan Indonesia menuju ekonomi digital dan OJK (Otoritas Jasa Keuangan) mendorong peraturan fintech untuk mendorong inklusi, pentingnya strategi merek yang menarik semakin diperkuat dari sebelumnya. Inilah alasannya.



 Sebuah smartphone dengan uang kertas rupiah di atasnya.
Rupiah menuju Digitalisasi


Grafik batang yang menunjukkan persentase pengguna ponsel di indonesia. Literasi Keuangan OJK 2022
Indeks Inklusi Keuangan Survei Nasional OJK 2022



Menanamkan Kepercayaan pada Jasa Keuangan

Kepercayaan adalah landasan dalam dunia keuangan. Menurut Menurut penelitian Nielsen, salah satu hambatan paling signifikan terhadap inklusi keuangan di Indonesia adalah kurangnya kepercayaan terhadap lembaga keuangan. Strategi branding yang dirancang dengan baik dapat memberikan keaslian dan kredibilitas yang dibutuhkan untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat. Misalnya, Bank Rakyat Indonesia (BRI) meluncurkan kampanye yang berfokus pada perbankan akar rumput, yang menargetkan masyarakat berpenghasilan rendah dengan produk keuangan yang disesuaikan. Strategi pencitraan merek mereka yang terlokalisasi, disorot dalam Artikel Forbes, menghasilkan peningkatan sebesar 20% pada rekening pedesaan baru dalam tahun pertama.





Meningkatkan Literasi Finansial Melalui Pesan Merek

Melek finansial merupakan salah satu batu sandungan bagi inklusi keuangan. Penelitian dari Asian Development Bank menunjukkan bahwa hanya 30% orang dewasa Indonesia yang melek finansial. Merek dapat menjembatani kesenjangan ini dengan mengadopsi kampanye pendidikan sebagai bagian dari strategi pemasaran mereka. Misalnya, GoPay, dompet digital yang banyak digunakan di Indonesia, memprakarsai program literasi keuangan yang melibatkan lebih dari 10.000 individu dalam enam bulan pertama, menurut studi kasus oleh Teknologi di Asia.





Menyelaraskan Nilai Merek dengan Sasaran Sosial

Agar dapat diterima oleh masyarakat Indonesia, terutama mereka yang berada di kelompok berpenghasilan rendah dan daerah pedesaan, merek keuangan harus menyelaraskan nilai merek mereka dengan tujuan sosial seperti inklusivitas keuangan dan peningkatan perekonomian. Kisah sukses lokal dalam hal ini adalah Amartha, sebuah platform pinjaman peer-to-peer yang memberdayakan perempuan mikro -pengusaha. studi dampak mereka menunjukkan bahwa 85% peminjam telah meningkatkan pendapatan mereka sebesar setidaknya 20%, sehingga menunjukkan efektivitas strategi merek yang selaras secara sosial.





Menyesuaikan Strategi Merek dengan Preferensi dan Norma Lokal

Indonesia bukanlah pasar yang monolitik; ini adalah interaksi yang kompleks dari berbagai identitas etnis, agama, dan regional. Strategi 'satu ukuran untuk semua' pasti akan gagal. Seperti yang disorot dalam artikel oleh McKinsey & Company, memahami nuansa ini dapat menentukan keberhasilan atau kegagalan sasaran inklusi merek keuangan.



Keharusan Digital dalam Sektor Perbankan yang Berkembang di Indonesia

Seiring dengan pertumbuhan ekonomi digital Indonesia yang diperkirakan mencapai $124 miliar pada tahun 2025, menurut Google dan Temasek, urgensi bagi merek keuangan untuk mengintegrasikan titik kontak digital menjadi sangat penting. Khususnya bagi 36% orang dewasa Indonesia yang masih belum memiliki rekening bank, seperti yang dilaporkan oleh Bank Dunia, titik kontak digital ini bukan hanya sekedar kenyamanan namun juga pintu gerbang menuju inklusi keuangan. Hal ini membuka peluang bagi lanskap keuangan yang semakin terdigitalisasi, dimana platform digital tidak hanya harus mutakhir namun juga dapat diakses secara universal.


Memetakan Masa Depan Perbankan: Mengapa Transformasi Digital Semakin Bersandar pada Branding.


Tantangan dan Kesenjangan: Transisi dari Perbankan Tradisional ke Perbankan Digital

Seiring dengan meningkatnya momentum transformasi digital di sektor keuangan Indonesia, peralihan penting dari platform perbankan tradisional ke digital mempunyai tantangan tersendiri. Salah satu permasalahan yang mencolok adalah “kesenjangan digital”, yang mana sebagian besar masyarakat masih offline. Data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia mengungkapkan bahwa hanya 25% dari masyarakat pedesaan di Indonesia memiliki akses yang konsisten terhadap internet, sehingga mempersulit inisiatif inklusi keuangan.

Platform perbankan digital generasi baru seperti Jago, Neo, Blu, Nyala, DBS Digibank, Superbank, dan Jenius hadir untuk menjembatani kesenjangan ini. Namun, platform-platform ini mendapatkan daya tarik yang lebih besar di kalangan generasi muda, perkotaan, dan melek teknologi, sehingga meninggalkan demografi pedesaan atau lansia. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan bahwa hanya 11% penduduk pedesaan Masyarakat Indonesia menggunakan layanan digital ini, dibandingkan dengan 38% masyarakat di perkotaan.

Yang menambah kompleksitas adalah tingkat adopsi ponsel cerdas yang tidak merata. Meskipun Laporan Telekomunikasi Indonesia menunjukkan tren yang menjanjikan dalam kepemilikan ponsel pintar, pertumbuhan ini tidak tersebar merata di seluruh negeri, sehingga mempengaruhi tingkat adopsi perbankan digital. Platform perbankan digital ini menerapkan strategi seperti opsi bahasa lokal dan antarmuka intuitif untuk memitigasi hal ini, namun kesenjangan masih ada.


Peran Penting Branding dalam Menjembatani Kesenjangan

Jadi, bagaimana lembaga keuangan berhasil melewati tantangan transformasi digital sekaligus memenuhi kebutuhan akan layanan perbankan yang luas dan inklusif? Strategi merek yang terstruktur dengan baik dan inklusif mungkin bisa menjadi solusi atas teka-teki ini. Menciptakan identitas merek yang sejalan dengan nilai-nilai inklusivitas, aksesibilitas, dan desain yang berpusat pada pengguna dapat mempercepat adopsi layanan perbankan digital secara signifikan.


Ringkasannya

Branding bukan sekadar latihan estetika atau penyampaian pesan; di sektor keuangan Indonesia, hal ini merupakan alat penting untuk menumbuhkan kepercayaan, meningkatkan literasi keuangan, dan, pada akhirnya, mendorong inklusi keuangan. Dengan ditetapkannya kerangka kerja OJK untuk meningkatkan inklusi keuangan melalui platform digital, merek keuangan memiliki peluang emas untuk memberikan dampak sosial yang nyata sekaligus meningkatkan keuntungan mereka.


Jadi, di manakah posisi merek Anda dalam lanskap inklusi keuangan dan transformasi digital? Apakah Anda siap membangun merek yang tidak hanya membedakan Anda namun juga berkontribusi terhadap tujuan sosial dan ekonomi Indonesia yang lebih luas?


Pertanyaan Menarik:

  • Apakah Anda siap memanfaatkan booming digital Indonesia untuk inklusi keuangan?

  • Seberapa baik strategi branding Anda selaras dengan kebutuhan pasar Indonesia yang kompleks dan beragam?

  • Apakah merek Anda siap berkontribusi terhadap perubahan besar yang terjadi di sektor keuangan Indonesia?


Apakah Anda Siap untuk Revolusi Digital di Perbankan?

Penasaran dengan beragam tantangan dan peluang dalam lanskap perbankan digital yang terus berkembang di Indonesia? Siap membangun strategi merek yang menarik yang memperkuat adopsi digital dan mendorong inklusi keuangan? Atasi kerumitan ini dengan bimbingan ahli. Hubungi Konsultan Merek Bedrock Asia untuk mendapatkan saran khusus dan solusi yang dapat ditindaklanjuti.

bottom of page